Senin, 09 November 2015

Kumpulan Cerpen

HALLO, selamat malam. 
Satu naskah cerpen yang pernah dimuat di koran sebelah, 2011.
Thanks utk gambarnya Mas Suro Adi

Ini adalah kali pertama nulis di bulan November setelah off beberapa hari. Apalagi alasannya karena pekerjaan. Padahal pekerjaannya kan nulis ya? Emm, tauk ah. 

Jadi begini, Minggu (8/11) kemarin itu saya lagi happy banget. Bukan, bukan karena menang lomba atau dapat hadiah. Seharian itu saya belanja perkakas rumah tangga macam sapu, pengki, kotak tisu buat di meja kerja, termasuk dua frypan yang cuma dibanderol Rp 40 ribu. Pulangnya, panen mangga depan rumah sama Kak RosHahaha. Iya, sesimple itu ke-happy-an saya. 

Tapi memang ada yang lebih bikin happy kok. Saya menemukan beberapa karya, cerita pendek anak yang dulu muat di koran sebelah alias media tempat saya pertama kali bekerja.

Jadi dulu itu, ada semacam tugas 'khusus' yang disematkan pada saya setiap minggu: menulis cerita pendek anak-anak.

Awalnya, tulisan saya masih panjanggg bangettt dan langsung ditolak sama editornya. Nyoba lagi yang kedua, masih juga nggak dimuat. Saya coba lagi, coba terus, sampai nggak tahu berapa bulan kemudian, akhirnya cerpen saya diterima editor. Sejak saat itulah, setiap seminggu sekali, saya menulis cerpen anak-anak sampai akhirnya keluar dari media tersebut. 

Dulu, sebelum resign, saya berencana mengumpulkan beberapa cerpen yang sudah pernah diterbitkan. Tapi apa daya, saking sibuknya nyari dan nulis berita, sampai nggak punya waktu buat beberes file. Padahal kalau dikumpulkan mungkin ada 30-an judul kali ya. Lumayan kalau dijadikan kumpulan cerpen. Hehehe. Sempat juga minta tolong dengan teman lain yang masih stay di kantor itu tapi sampai sekarang belum dicariin juga. Ya  sudahlah, mungkin bukan rizki saya.  

Nah, ndilalahe, ada teman yang tetiba ngechat. Terus saya pun iseng buka beberapa percakapan kami terdahulu. Dan ternyata, ada puluhan cerita pendek yang pernah saya kirimkan pada teman saya itu... Wuaaahhh, happyyyy banget. Kayak nemuin harta karun! Iya, bagi saya, cerpen-cerpen itu adalah harta karun yang hilang. Setidaknya, saya pernah punya karya dan karya itu dibaca oleh anak-anak di Banyumas Raya sekitarnya. Juga kelak, akan dibaca pasangan dan anak-anak saya. 

Bisa dibilang, tulisan atau tema dalam cerpen saya itu, terlalu mainstream alias biasa banget. Nggak kayak penulis cerpen anak lainnya yang wuuuhhh, jempol. Idenya luar biasa. Biasanya ya tentang baik, buruk, jahat, bohong, jujur, marah, sabar, dan lainnya. Kalau ditanya idenya dari mana, ya dari mana saja. Seringnya dari beberapa pengalaman yang pernah saya alami waktu kecil, termasuk waktu saya hilang di acara Sekaten pas kelas 5 SD. Juga dari buku atau cerita-cerita yang pernah saya baca. 

Kalau pas nulis, biasanya malam jelang dinihari, setelah pulang kantor. Maklum, insomnia saya, parah banget. Dlosoran di kasur, sambil dengerin lagu-lagunya Owl City, lalu ngetik pake BB Gemini. Bagi saya, itu mood booster banget. Bahkan, saya pernah bikin status di fesbuk: "Gara-gara insomnia, Adam Young als Owl City bisa punya lagu-lagu bagus. Kalau saya, cerpen anak saja deh." Iya, zaman itu, saya emang lagi kesengsem sama Mas Adam. Sampai sekarang sih.

Ok, sampailah pada akhir bagian sekapur sirih ini. Maap, terlalu panjang, hehehe. Saya akan men-share cerpen-cerpen waktu di media sebelah, sepekan sekali, setiap hari Senin. Siapa tahu jadi inspirasi buat dongengin anak, ponakan, atau temen yang susah tidur. Oke, selamat mencoba dan semoga wawasannya bertambah. Bye.


NB: Maap bila ada kesamaan nama dan tokoh. Serius, ini nggak disengaja. :)
==================================================================
Sungai Jovindra


ILUSTRASI SUNGAI. SUMBER: PINTEREST
Oleh : Sri Juliati


PADA zaman dahulu kala, hiduplah raja dan ratu yang baik hati. Mereka memerintah kerajaan Nusanta dengan bijaksana. Raja Jalandra dan Ratu Jisca namanya. Selain dikenal bijaksana, mereka dikenal sebagai pemimpin yang ramah dan baik hati. Bahkan mereka tidak segan-segan turun langsung menemui rakyatnya untuk melihat kehidupan mereka secara langsung.

Raja dan ratu memiliki dua orang anak lelaki, yang bernama Judika dan Jovindra. Meski kakak adik, namun tabiat mereka tidak sama. Judika dikenal sebagai kakak yang berperangai kasar. Selain galak, ia juga sering marah-marah. Berbeda dengan adiknya yang berperilaku baik. Oleh sebab itu, rakyat di kerajaan Nusanta lebih menyukai sang adik dibanding sang kakak.

***

Suatu hari, mereka berdua berjalan-jalan di sekitar kerajaan untuk mencari angin segar. Di jalan, mereka dielu-elukan rakyat. Terutama Jovindra. 

Setiba di pasar, timbullah niat jahat Judika. Ketika berjalan di dekat penjual buah, ia menyambar satu buah apel dan cepat-cepat dimasukkan di saku tas Jovindra. Ia pun lantas berteriak pada pedagang buah. 

"Hei kau, pedagang buah. Apakah kamu tidak melihat ada yang berkurang dalam keranjang buahmu ini?"

Mendengar teriakan Judika, Jovindra lantas berhenti. Orang-orang pun juga melihat ke arah mereka berdua.

"E...e... Sepertinya tidak, Pangeran," jawab pedagang buah tersebut.

"Coba kau cek lagi. Aku yakin pasti ada yang kurang. Sebab, aku melihat ada orang yang mengambil satu apelmu," kata Judika sambil tersenyum licik. 
ILUSTRASI APEL. SUMBER: FOTONET

Pedagang pun lantas memeriksa seluruh apel yang berada di keranjangnya. Benar saja, ada satu apel yang hilang. 

Judika lantas menyuruh orang-orang di sekitarnya mengeluarkan isi dalam tas mereka. Tak terkecuali Jovindra. Ketika ia merogoh tasnya, ia menemukan ada benda yang menonjol dalam tasnya. Ketika dikeluarkan, ternyata apel milik pedagang tadi.

Jovindra kaget bukan kepalang. Merasa tidak mengambil, ia lantas membela diri. "Sungguh, aku tidak tahu kenapa apel ini bisa berada di tasku," kata Jovindra. Bukannya membantu, Judika malah menuduh Jovindra mengambil apel itu. 

"Bagaimana bisa adikku, bukankah apel tidak punya kaki? Masak ia bisa jalan sendiri ke tasmu. Sudahlah adikku, kau mengaku saja, memang kau yang mengambil apel itu. Bahkan aku lihat tadi dengan jelas, tanganmu memang mengambil apel itu."

"Kakak, setega itukah kakak menuduhku. Aku berani bersumpah, bukan aku yang mengambil," teriak Jovindra. Namun, sia-sia saja Jovindra menjelaskan. Orang-orang yang berada di pasar tersebut telanjur mempercayai perkataan Judika.

***

Berita tentang Jovindra yang mencuri telah sampai ke telinga Raja Jalandra. Betapa malunya Raja Jalandra kala itu. Begitu pula dengan Ratu Jisca. Ia sangat terpukul sekali. Padahal selama ini, Jovindra dikenal sebagai anak yang baik.

Malam hari, ia mengumpulkan seluruh anggota kerajaan. Tak terkecuali kedua putranya.

"Sungguh, Ayah sangat malu dengan kelakuanmu, Jov. Ayah mengira kamu anak yang baik. Tapi kenapa kamu seperti itu di belakang Ayah. Apa kamu pernah diajari mencuri oleh Ayah?"

"Ayah, jujur... Bukan Jov yang mencuri. Sumpah Ayah, Jov sama sekali tidak mengetahui kenapa apel itu bisa berada dalam tas Jov. Ayah, percaya Jov...," kata Jovindra sambil menangis.

"Tapi Ayah, Judika benar-benar melihat tangan Jov mengambil apel itu. Dia berjalan persis di sebelah dengan keranjang apel itu. Makanya dengan gampang, ia menyambar apel itu dan cepat-cepat memasukkan dalam tasnya," ucap Judika.

"Kakak bohong!! Kak, apa yang kakak pikirkan? Kenapa kakak setega ini menuduhku? Apa yang kakak mau dari aku?"

"Ayah selalu mengajari kami untuk jujur. Walaupun jujur itu menyakitkan, namun Ayah percayalah. Apa yang Judika bilang adalah benar. Meski Jov adalah adik Judika, namun Judika tidak akan menutup-nutupi kesalahan Jov."

"Kakak!! Ayah, ibu.. Demi Tuhan, Jov tidak melakukan perbuatan itu. Ini hanya karangan kakak saja. Percayalah pada Jov..." ratap Jovindra sambil memohon ampunan dari kedua orangtuanya.

Jauh di lubuk hati, raja dan ratu sebenarnya juga tidak mempercayai apa yang dikatakan Judika. Namun, kenyataannya apel ada di tas Jovindra. Sementara mereka tengah kebingungan, Judika dan Jovindra malah bertengkar. Hingga, Raja Jalandra naik pitam. 

"Judika! Jov! Sudah diam!! Jov, perilakumu benar-benar keterlaluan. Apa yang Ayah katakan pada rakyat, ternyata anak Ayah adalah seorang pencuri. Ayah malu! Mulai sekarang, Jov bukan anak Ayah lagi. Keluar dari istana sekarang. Ayah tidak sudi punya anak seorang pencuri! Keluar dari istana sekarang juga!!" usir Raja Jalandra. 

Mendengar itu ucapan Raja Jalandra, semua orang kaget. Tak menyangka raja akan mengusir Jovindra. Ratu yang mendengar itu semakin menangis menjadi-jadi. 

"Ayah....," ucap Jovindra lirih, tak menyangka ia akan diusir ayahnya.

"Keluar sekarang juga dari istana. Ayah tak sudi melihatmu lagi!"

Ucapan raja Jalandra ini disambut dengan gelegar petir dan hujan yang turun dengan deras.

ILUSTRASI HUJAN. SUMBER: CLIPARTPANDA
Apa boleh buat, Jovindra terpaksa menuruti perkataan sang ayah. Dengan gontai, ia keluar dari istana dan menuju ke sebuah sungai yang berada di belakang kerajaan. Sungai itu cukup deras alirannya. Sementara Judika tersenyum simpul melihat kemenangannya. 

"Ayah, jika ayah tak bisa mempercayai apa yang Jov ucapkan, silakan. Namun, alam akan membuktikan bahwa Jov sama sekali tidak bersalah. Jov akan menceburkan diri ke dalam sungai ini. Jika, setelah menceburkan diri banyak ikan yang memakan tubuh Jov, berarti Jov tidak bersalah. Namun, jika tidak ada ikan, Jov memang pantas dihukum!" teriak Jov di tengah derasnya hujan.

Sebelum sempat mencegah keinginan Jov, Jov lantas menceburkan tubuhnya ke dalam sungai. BYUR!!!! Benar saja, banyak ikan yang mengerubungi dan memakan tubuh Jov yang sudah mati. Orang-orang yang melihat peristiwa tersebut, terperangah kaget. Benar apa yang dikatakan Jov, bahwa ia tidak mencuri. Raja pun menyesali keputusannya telah menuduh putra tercintanya tanpa bukti. Sejak itulah, penduduk kerajaan Nusanta memberi nama sungai itu Sungai Jovindra. (*)

Purwokerto, 4 Maret 2011 pukul 00.49 WIB





1 komentar:

  1. Keren. Saya sampai browsing di manakah sungai Jovindra? Ternyata di kerajaan Nusanta bukan Nusantara. Salut Mbk Juli.

    BalasHapus