SLOGAN Yogya berhati nyaman membekas di ingatan. Tak ayal, Kota Yogya masuk jadi satu wish list destinasi saya tahun ini.
Hello Jogja |
Nah, di tulisan kali ini, saya akan bercerita tentang pengalaman jalan ke Yogya. Saking banyaknya yang ingin dibagikan, cerita akan terbagi dalam tiga tulisan. Dan ini lah tulisan pertamanya. Selamat membaca...
=================================================
Semalam di Kota Pelajar
Bisa dibilang, main ke Yogya bukanlah tujuan utama. Jadi rencana utamanya adalah: akhir November tanggal 20an, saya mau pulang, kondangan ke tempat seorang sahabat yang menikah, Indah Diana lantas menuju ketinggian. Berhubung Mz Ganjar, Gubernur Jateng menutup semua ketinggian di Jawa Tengah pasca-tragedi kebakaran hutan, alhasil rencana utama itu gagal.
Rencana utama boleh gagal dan harus ada rencana cadangan. Saya tetap pulang dengan alasan kondangan itu dan untuk mengisi waktu, Yogya jadi tujuan. Langsung saja saya hubungi seorang kawan yang sempat satu kelas waktu SMA. Yep, Ariyadi alias Ariel, yang dulu meet up di Gn Prau.
Ariel, paling kiri saat main ke Baturraden, Banyumas |
Sabtu (21/11) pun datang. And I was so excited. Selain bakal ke Yogya, saya juga nggak perlu menghabiskan malam Minggu di kantor dengan setumpuk pekerjaan. Bagi saya, itu satu kemewahan tersendiri. Hahaha.
Demi bisa berangkat pagi, pakai KA Logawa jurs Purwokerto-Jember, saya pilih nggak tidur setelah pulang dari kantor sekira pukul 02.30 WIB. Beberes kamar, packing, masak nasi goreng, dan nungguin pagi. Sayang, rencana ini gagal karena partner saya, Reni Suryati bangun kesiangan. Hahaha.
Kami pun sepakat memundurkan jadwal keberangkatan, jadi jam 10.30 WIB dengan KA Joglokerto, kereta baru lansiran DAOP V Purwokerto, jurusan Purwokerto-Solo. Kebetulan banget, saya memang kepengin mencoba KA Joglokerto. Sembari nunggu jam 10, saya pun tidurrr. Zzzzzz.
Sekitar pukul 09.30 WIB, saya bangun, bersiap kembali, menunggu Reni. Nggak lama Reni datang dan kami berangkat ke Stasiun Purwokerto pakai taksi. Tapi apa daya, karena sopir taksinya nyasar, kami pun ketinggalan KA Joglokerto. Hahaha. Berpikir cepat, kami pun memutuskan untuk ke terminal dan menggunakan Bus Efisiensi. Dari Stasiun Purwokerto-Terminal Bulupitu, kami gunakan angkot G1 dengan tarif Rp 4 ribu per satu orang.
Sebelum turun angkot, saya sempat ngobrol dengan bapak sopir angkot. Usianya paruh baya. Dia bilang, pendapatan angkot sekarang turun drastis. "Kalau dulu, ditarget Rp 150 ribu, Mbak, sak niki Rp 75 ribu mpun gedhe banget. Mpun kathah motor, Mbak," kata dia.
Saya pun ber-oh pelan. Kemudahan memiliki sepeda motor yang digeber diler bisa disebut sebagai pemicu hidup segan mati tak maunya bisnis angkot. Bagaimana pun masyarakat butuh moda transportasi yang cepat dan murah. Di sisi lain angkot memiliki kekurangan, kerap ngetem dan terkadang tidak praktis.
Jalan sebentar dari terminal angkot, kami pergi ke loket bus Efisiensi beli dua tiket, masing-masing dibanderol Rp 60 ribu. "Berangkat jam 12.00 ya Mbak," kata kasir loket sambil memberikan lembaran tiket hasil print.
Tiket Bus Efisiensi yang sekarang ini... |
TBM di Terminal Bulupitu. Adem karena ada AC dan Free WiFi |
Buku Para Priyayi-nya Umar Kayam jadi pilihan saya. Tapi nggak lama saya kembalikan ke rak karena menemukan buku lain, karangan Goenawan Muhammad, pendiri Tempo. Judul lengkapnya saya nggak inget tapi isinya tentang tokoh-tokoh nasional seperti Soekarno, Tan Malaka, Rendra, Pramoedya Ananta Toer, dan lainnya. Karena saya lagi ngefans dengan Pram, maka tulisan tentang dia yang saya baca.
Beberapa koleksi di TBM Terminal Bulupitu |
"Kebanyakan ke sini pada baca koran Mbak. Beberapa paling baca buku," ujarnya petugas.
Ketika jarum jam menuju angka 11.45 WIB, kami segera menuju pool Efisiensi. Di sana, sudah ada beberapa calon penumpang yang menunggu. Tak lama, bus yang hendak mengantarkan kami ke Kota Pelajar itu datang. Tepat pukul 12.00 WIB, bus berangkat. Ramai walau tak terlalu penuh.
Sepanjang perjalanan, kami ngobrol santai, haha-hihi bareng, cerita ngalor-ngidul, termasuk membahas telatnya kami ke stasiun, hahaha. Sampai kemudian rasa kantuk melanda dan kami pilih untuk tidur. Save energy boooo, buat jalan-jalan di Yogya nanti.
Dibandingkan menggunakan kereta, perjalanan memakai bus lebih lama. Sekali pun pakai PATAS AC, sekitar 4,5 jam. Alhasil, pukul 16.30 WIB, kami sampai di Yogya, itu pun belum di kotanya, masih di Gamping, Sleman untuk ganti shuttle yang akan mengantarkan kami ke Malioboro, lokasi meet up dengan Ariel. Akhirnya, pukul 16.55 WIB, kami sampai di kawasan Malioboro. Huraaiiii...
Malioboorrrrrrooooooooooooooooooo.... |
Guess he?
Yesss, Widi Nugroho!!! Iyaakkk, dia.
Ini nih, biang keresean kali ini. :p |
Jadi gini ceritanya: si mas ini, awalnya ngajakin saya ke ketinggian yang akhirnya gagal. Karena nggak jadi, si mas ini sudah ada rencana buat pulang kampung ke Yogya yang tanggalnya sama dengan rencana saya ke Yogya. Jadilah kita janjian untuk meet up dan main bareng dengan catatan dia dapat tiket kereta plus nggak disuruh lembur. Sepekan sebelum pulang, dia BBM, kasih kabar kalau tiket ke Yogya sudah ludes. Dari situ, dia kasih kesimpulan nggak jadi pulang.
Anehnya, selama seminggu itu, dia mancing-mancing soal rencana saya ke Yogya, jadi apa nggak, sama siapa saja, mau ke mana aja, tidurnya gimana, dan lainnya. Namun setiap kali saya tanya, jadi pulang apa nggak, dia nggak jawab. Kalau pun jawab, pasti ngeles. Saya pun mencium gelagat, ini orang pasti ngerjain.
Ternyata, bener. Siang-siang, waktu saya dan Reni dalam perjalanan, dia BBM tanya kami sudah sampai mana dan berujung pada kalimat: Nanti ketemuan di Malioboro jam 5 ya. Hmmm.
Setelah ngumpul semua, mencari penginapan jadi agenda selanjutnya setelah salat Magrib. Kami pun sepakat cari penginapan di sekitar Malioboro sambil menyusun ulang rencana mau kemana kita. Di kawasan Malioboro yang agak masuk gang itu, kami nggak menemukan tempat penginapan yang pas. Ada sih yang murah, Rp 100 ribuan lah. Tapi lokasinya lebih masuk gang dan arah Pasar Kembang. Hehehe.
Akhirnya kami jalan lagi sampai di Jalan Pasar Kembang. Sempat tanya ke sebuah guest house tapi masih pikir-pikir dulu. Jalan lagi, coba nyari di depan Stasiun Tugu karena di sana ada beberapa penginapan baru, siapa tahu tarifnya lebih miring. Nyatanya enggak. Dua hotel yang kami sempat tanyakan, tarifnya Rp 300 ribu sampai Rp 350 ribu.
Sembari jalan, kami haha-hihi, saling berbagi cerita lucu, konyol, juga sembari ketak-ketik cari sewa motor. Sayang, sampai Reni menghubungi tiga nomor sewa motor, nggak ada satu pun yang diterima. Alhasil, ia pun memutuskan untuk pulang ke Cilacap, Minggu (22/11) pagi. Iya, selain ada agenda ke Yogya, Reni juga ada rencana untuk pulang ke rumah untuk melepas rindu pada ayah-ibu dan saudara-saudaranya.
Berhubung Reni mau pulang, kami pun sepakat menginap di hotel yang kali pertama didatengin tadi. Terpaksa balik lagi dengan pembagian tugas, saya dengan Ariel booking kamar, sedangkan Reni dan Mas Widi beli tiket KA Lodaya. Lokasi meet up pun disepakati di Mall Malioboro.
Tempat penginapan yang boleh kami rekomendasikan. |
Info lebih lengkapnya, monggo... |
Meski ada di Jalan Pasar Kembang, tenang penginapan ini aman kok. Aman dalam arti sebenarnya ya. Meski nggak begitu luas, tapi kamarnya nyaman dan homie banget. Persis dengan tagline yang disematkan feel at home.
Setelah meletakkan tas, kami lekas menuju Malioboro Mall. Suasana malam itu makin ramai. Banyak anak muda, orangtua yang menikmati malam di Malioboro dengan foto-foto, belanja-belanji. Agak lama menunggu dua orang tua eh orang dua itu. Hehehe. Dan setelah berkumpul, maka melintaslah sepeda motor kami, membelah jalanan Malioboro.
Tujuan pertama kami, pedagang helm. Kebetulan si Ariel nggak bawa helm cadangan. Demi menghindari tilangan, akhirnya saya memutuskan untuk beli helm. Lumayan dapat Rp 75 ribu, helm CTR warna biru.
Setelah mendapat helm, makan jadi agenda selanjutnya. Perut minta diisi, apalagi seharian itu saya belum makan makanan berat. Sekadar ngemil dan minum susu. Saya pun mengusulkan makan Bakmi Jawa khas Yogya. Ketemulah dengan warung kaki lima yang punya menu bakmi Jawa di dekat SMP 6 dan STM 2 Yogya. Kami pun memesan tiga Bakmi Jawa dan satu nasi goreng untuk Reni.
Agak lama kami menunggu pesanan. Apalagi kawasan itu tengah mati listrik. Alhasil, kami menunggu sambil menikmati keremangan cahaya senter. Hahaha.
Bau harum pun memenuhi indra penciuman saya. Aroma gurih dari bumbu masak yang digunakan, kuah kaldu yang disiramkan, lantas mi dan aneka sayuran yang diolah bersama, membuat lidah ingin lekas mencicipi. Begitu seporsi Bakmi Jawa itu datang, wuuhhh, tangan sama lidah nggak sabar buat mencicip. Porsinya banyak banget. Saat dicicip, ada sensasi gurih yang terjejak di mulut. Nggak terlalu gurih banget sesuai sama bayangan saya sih. But overall, enak dan mantap. Kerennya lagi, saya nggak minta bantuan buat menghabiskan!
Setelah makan, kami melanjutkan jalan-jalan. Niat semula adalah nongkrong di kawasan Tugu. Tapi melihat ramainya yang pada nongkrong dan foto-foto di situ, kami memilih mlipir dan 'berpindah' ke angkringan. Berhubung Reni minta nongkrong di tempat yang bisa buat foto-foto, maka Mas Widi dan Ariel ngajak kami merapat kawasan angkringan Kali Code.
"Eh ada kopi joss. Pahit nggak, Mas?" tanya saya sama Mas Widi.
"Ya pesen pake gula lah," jawab dia.
Kopi Joss. Tapi yang disajikan nggak sebanyak ini kok. Foto diambil dari kuliner.panduanwisata.id |
Setelah pesanan kopi datang, saya langsung meniup dan menyeruput pelan-pelan kopi itu. Slurppp... Kok nggak asing sama rasanya ya? Mikir sebentar tapi udah langsung dikomentarin sama Mas Widi. "Ini mah kopi instan terus ditambahin arang, Mbak... Kalau yang depan Stasiun Tugu itu benar-benar pakai kopi hitam, porsinya juga banyak, dan dijamin melek sampai pagi." Ohh pantes, rasanya nggak asing di lidah.
Angkringan di kawasan Kali Code. Foto diambil di santapjogja.com |
Di kompleks angkringan tersebut, para pengamen silih berganti. Pun dengan kami yang bergonta-ganti topik obrolan hingga tak terasa jarum jam nyaris menuju angka 11. Reni sudah beberapa kali menguap, Ariel yang harus pulang ke rumah di Klaten dan butuh waktu 45 menit sampai sana, dan Mas Widi yang bakal dicariin Ibuk kalau pulang kemalaman. Akhirnya, kami menyudahi jalan-jalan malam ini, demi perjalanan esok pagi.
Selesai lah malam Mingguan di Yogya kali ini. Saya pun happy.
Btw, lagu yang jadi soundtrack trip kali ini adalah: Sepasang Kekasih yang Bercinta di Luar Angkasa-nya Frau. Iya, saya lagi jatuh cinta dengan denting piano dan suara perempuan yang bernama lengkap Leilani Hermiasih. Suaranya itu unik. Pun dengan lirik lagunya yang nggak biasa dan membuat saya bertekuk lutut. Ditambah dengan suaranya Mas Ugoran Prasad. Wuuhhh, mantaaaaapppp jaya, luar biasa. Apalagi, pas banget Mbak Lani asli Yogya dan sempat menempuh kuliah di jurusan Antropologi, UGM. Saya pun lantas membayangkan, jangan-jangan angkringan di Kali Code ini kerap disambangi sama Mbak Lani ya. Who knows! (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar