Catatan Pendakian Menuju Gunung Prau (2)
Aku di Gunung Prau |
MALAM berbalut hawa dingin menyelemuti sunrise camp Gunung Prau. Badan saya mulai gemetar, menggigil. Dingin. Saya pun lekas merapatkan jaket dan sleeping bag agar tak semakin kedinginan.
Namun, malam jelang dinihari itu, Minggu (13/9), suasana masih saja ramai. Ada banyak percakapan, suara langkah kaki. Kian larut, kian banyak pendaki yang mulai berdatangan. Saat itu, jarum jam menuju angka tiga.
Satu setengah jam kemudian, seruan-seruan kencang kian terdengar. Banyak pendaki yang mulai bangun dan keluar tenda, menunggu momen spesial yang tersaji di Gunung Prau. Sementara kawan-kawan saya, Nur Fatimah, Reni Suryati, Firman Al Ahyar, dan Widi Nugroho, masih pulas tertidur. Hawa dingin yang masih mengungkung, membuat saya memilih tetap tinggal di tenda.
Barulah sekitar pukul 05.00 WIB, kami semua kompak bangun. Beberes tenda sejenak, sembahyang, dan keluar tenda. Begitu keluar, wuuhhh, dinginnya langsung menusuk tulang. Ingin rasanya kembali ke tenda, namun pemandangan yang terhampar jelas di hadapan kami jauh lebih menggoda.
Semburat warna orange di langit memberi sedikit cahaya pada pagi itu. Gradasi warna biru, hitam, dan jingga mencipta satu harmoni. Indah. Sementara di depan kami, dua gunung menjulang tinggi, menyentuh langit. Gunung Sindoro-Sumbing berdiri gagah. Nun jauh di sana, nampak Merapi, Merbabu, dan Lawu menyembul di antara lautan awan.
Dek Firman tampak dari belakang. Wuhuuuu... |
Tak hanya itu. Masih di depan kami, sekumpulan awan bergerak, berarak, dan menyelimuti kawasan Dieng juga seluruh permukaan yang bisa kami lihat. Mereka nampak seperti permadani raksasa. Bila itu nyata permadani, ingin rasanya menjatuhkan badan, lalu melompat di atasnya. Sayang, itu awan.
Apalagi saat awan bercampur kabut itu turun, melintasi perbukitan. Bagai air mengalir, menganak sungai, mengisi bagian-bagian kosong. Terus seperti itu. Tak berhenti. Cantik nian...
Pemandangan seperti ini yang sukses membuat saya rindu pada Prau. Tiga kali ke sini namun ribuan kali sudah saya dibuat jatuh hati. Hati saya, benar-benar tertinggal di sini.
Kami dan ratusan pendaki terpukau. Apalagi saat menanti sang surya terbit di ufuk timur. Itu adalah momen yang tak terlupa. Tepat pukul 05.30 WIB, matahari muncul. Ia beranjak, memberi terang pada semesta. Membagikan cahaya hangat, menyingkirkan hawa dingin yang masih tersisa, menyapu warna hitam, dan menggantinya dengan sinar keemasan di langit. Luar biasa.
Enjoy sunrise. In frame: Nur dan Reni. Photo by me |
Banyak orang menyebut, ini adalah momen Golden Sunrise yang tak akan pernah terlupakan saat di Gunung Prau. Inilah momen yang paling ditunggu para pendaki. Tak peduli, berapa jam yang mereka habiskan menuju Gunung Prau. Tak peduli, berapa keringat yang menetes saat mendaki. Tak peduli, berapa kali harus berhenti, meluruskan kaki. Menyaksikan keindahan ini adalah hadiah. Lunas tuntas. Bahkan masih diberi bonus lebih!
Kami semua terpukau. Terhipnotis. Seru-seruan kagum terdengar. Tak ingin menyiakan kesempatan ini, kami pun mengabadikan melalui bidikan kamera. Klik klik klik.
Bayangan. Tebak siapa saja di sini? |
"Amazing. Ini keren banget," kata Firman, kawan seperjalanan yang datang dari Jakarta.
"Iya, keren. Setiap gunung punya keindahan berbeda-beda. Treknya juga mantap," ujar Widi menambahkan.
Ucapan wabilkhusus buat sahabat tercinta, Tante Ana |
Lama sekali kami menyaksikan pemandangan ini. Hingga tak sadar, cahaya hangat matahari berubah menjadi panas. Kami pun sepakat kembali ke tenda. Sarapan, membereskan tenda sembari berkemas, dan pulang. Setelah memastikan tak ada satu pun barang yang tertinggal, juga sampah, kami memulai perjalanan pulang. Tepat pukul 08.00 WIB, kami turun bersama pendaki lainnya.
Jalur yang kami tempuh pada perjalanan pulang kali ini pun berbeda. Jika saat berangkat kami mendaki via jalur Patakbanteng, kini kami pulang via jalur Dieng. Perbedaan yang amat terasa dari kedua jalur ini adalah treknya. Jika via Patakbanteng lebih menanjak, curam, dan berdebu, jalur Dieng lebih landai dan panjang.
Pun jarak tempuhnya. Bila naik dari Patakbanteng, kami hanya butuh waktu 2,5 jam, nah naik melalui jalur Dieng bisa dua kali lipatnya. Bisa lima hingga enam jam!
Di jalur ini, kami 'bermain' sebentar di padang bunga aster atau daisy. Bunga ini tampak cantik. Apalagi saat ia mekar dalam rerimbunan. Makin membuat kami jatuh hati.
Swafoto pakai si tepi. Biarkan yang di samping saya ini tampak jelek. :p |
Padang bunga Daisy alias Aster. Satu sudut yang kurindukan di Prau |
Juga Bukit Teletubbies. Disebut Bukit Teletubbies, kontur bukit ini memang seperti pemandangan bukit yang ada di film kartun anak-anak yang tenar tahun 2000-an itu. Saking gembiranya, saya sampai berlari-lari di kawasan ini. Selain untuk mengejar waktu turun supaya lebih cepat. Firman pun lantas menantang saya untuk kembali berlari hingga titik yang telah ditentukan. Tapi urung kami lakukan demi menghemat tenaga sebab perjalanan masih jauhhh. Pukul 11.30 WIB, kami sampai di jalur menuju Basecamp Dieng.
Lunas sudah perjalanan kali ini. Apalagi dalam pendakian kali ini, kami tak hanya mengantarkan dua kawan yaitu Firman dan Widi untuk menjejakkan kaki di Gunung Prau, namun juga menebas rindu pada tanah setinggi 2.565 mdpl itu. Untuk sementara, rasa kangen pada Prau sudah terobati. Entah seminggu, sebulan, atau tiga bulan kemudian. Rindu Prau itu pasti muncul lagi.
Foto di puncak tertinggi Bukit Teletubbies saat pulang. |
Sebagian orang beranggapan, Gunung Prau adalah satu dari sekian gunung yang ramah untuk pendaki pemula. Yang harus diperhatikan adalah air sebab di atas tak ada mata air. Selain itu, pihak pengelola juga menerapkan denda berupa bibit pohon yang diberlakukan atas pelanggaran yang dilakukan di Gunung Prau. Misal, untuk pelanggaran membuang sampah sembarangan dikenakan dua bibit pohon, menebang pohon lima bibit, mencoret pohon/batu lima bibit, dan lainnya. Selamat merencanakan pendakian. Jangan tinggalkan apapun kecuali jejak. Jangan mengambil apapun kecuali gambar. Jangan membunuh apapun kecuali waktu. Salam. (sri juliati)
Fiuhhh, sampai juga. |
==============================================================
Tulisan ini sudah termuat di halaman 1 Harian Pagi SatelitPOst edisi Rabu (16/9)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar