MENJADI yang ke dua bukanlah impian setiap orang. Rasanya, semua orang selalu ingin menjadi yang pertama.
But sometimes, kita butuh menjadi yang ke dua. Agar tahu, bagaimana rasanya. Juga memahami setiap langkah, semua proses untuk menjadi yang utama.
Dan, inilah cerita saya kala menjadi yang ke dua. Mungkin tak sebagus dengan kisah lainnya namun setidaknya ini bisa saya ceritakan pada anak-anak, 20 tahun kelak.
===
Jumat, 15 Mei 2015. Beberapa pesan masuk ke BBM saya, malam itu usai mengaktifkan akses Mobile Data. Tidak terlalu saya pedulikan sebab saat itu saya sibuk berkemas. Memasukkan kebutuhan camping ke ransel lantas bergegas mandi. Jarum jam sudah menunjuk ke angka tujuh.
Tak berapa lama setelah mandi, kawan saya, Reni datang ke rumah. Disusul Nur alias Nung bersama sahabatnya, Dimas atau Kiyip. Sambil ngobrol menentukan rute tujuan camping kali ini. saya buka BBM di Tab (fyi, Tab ini hadiah ulang tahun ke 23 dari saya sendiri, hehe).
Rupanya, buanyak pesan pribadi yang masuk namun yang saya buka pertama kali adalah BBM Grup SatelitPost News alias grup kantor. Pesan terakhir datang dari Mas Hanan, Koordinator Liputan. Isinya tak lebih soal penugasan dan soal ucapan selamat pada Gesti juga saya. Lho, kok saya? Ada apa? Kalau Gesti jelas karena hari itu dia menikah. Saya?
Cepat-cepat saya bukan pesan lainnya yang satu di antaranya datang dari Mbak Anies, yang tak lain adalah istri dari Mas Hanan. Dia bilang selamat sambil melampirkan gambar. Penasaran, saya cepat-cepat gambar tersebut. Dan isinya...
"PENGUMUMAN LOMBA ARTIKEL DAN FEATURES BIDANG PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015"
Bibir saya lantas membaca cepat dan menemukan kolom: Lomba Features. Dalam kolom tersebut, ada nama saya!!! Lengkap dengan judul features, media, tanggal muat, dan keterangan Pemenang 2.
Tangan saya pun gemetar. Napas pun menjadi tak keruan, pun dengan detak jantung yang sangat cepat. Ada rasa sangat tak percaya jika lolos jadi juara dua di lomba tulis yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) itu. Lamat-lamat, saya bilang: Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah...
Usai sedikit tenang, saya bilang pada Nung, Reni, dan Dimas. Dan yeayyyy, keriuhan pecah saat itu juga. Makan-makan menjadi todongan mereka. Alhamdulillah, matur nuwun Gusti... Sungguh, berkah-Mu memang luar biasa.
Honestly, ada rasa nggak percaya. Selain nggak pasang target bakal juara, juga ini adalah lomba Kemdikbud ke dua yang saya ikuti. Tahun 2013 di ajang yang sama, Alhamdulillah, dapat juara tiga. Agak sedikit pesimistis juga karena siapa tahu saya dicoret dari daftar peserta karena udah pernah menang tapi ikut lagi. Plus tulisan saya mengupas tentang madrasah yang notabene bukan jadi ranahnya Kemdikbud tapi Kemenag. Sehingga saat saya kirim tulisan tersebut, nothing to lose saja. Tapi ternyata, hasilnya di luar dugaan.
Dan, kabar saya jadi juara dua melesat cepat. Memenuhi dinding Facebook dan BBM. Terima kasih semuanya... =))
===
Kamis, 28 Mei 2015. Taksi Blue Bird yang disopiri mas-mas dari Garut mengantarkan saya dari depan BPKP, Rawamangun ke Hotel Atlet Century Park, Jalan Pintu Satu Senayan. Sepanjang perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 45 menit (dan Alhamdulillah nggak macet), saya gunakan untuk ngobrol dengan pria satu anak itu. Dasar saya yang memang nggak bisa diam, jadi apa saja bisa jadi bahan obrolan. Mulai dari Garut (saya pamer pernah ke sana), keluarga, macetnya Jakarta, Purwokerto, sampai gelombang panas yang melanda India, beberapa waktu belakangan.
Setiba di depan hotel, saya langsung menuju ke lantai satu yang jadi pusat acara penganugerahan. Sempat tingak-tinguk karena ada banyak orang di sini, sedangkan saya nggak ketemu dengan panitia yang dikenal. Saya pun permisi duduk di sebuah meja yang berisi bapak-bapak dan basa-basi tanya asal dan lainnya. Alhamdulillah, ketemu dengan mereka yang satu tujuan, hanya saja mereka jadi pemenang di bidang foto.
Tak lama, Mbak Lani, seorang panitia mendekat ke arah saya. Setelah salaman, basa-basi, dan cipika-cipiki, kami pun dipersilakan untuk mencicipi coffee break yang telah tersedia sembari nunggu Pak Menteri Anies Baswedan. Yap, orang nomor satu di Kemdikbud ini direncanakan hadir dan akan langsung menyerahkan piagam pada para pemenang. Inilah yang membuat saya sangat girang karena beliau adalah satu idola saya.
Dengan perasaan yang campur aduk, dag dig dug, saya nunggu beliau sembari ngobrol dengan para jawara lainnya. Berkenalanlah saya dengan Mas Nanta, wartawan Harian Bhirawa yang jadi juara tiga lomba tulis Feature. Karena dia tinggal di Banyuwangi, praktis sepanjang obrolan, kami menggunakan bahasa Jawa. Juga dengan pemenang lainnya seperti Pak Hapaza dari Lombok, Pak Junaidi dari Padang, Bu Yuanita dari Manado, dan lainnya.
Dan penantian kami selama kurang lebih tiga jam berbuah manis. Pak Menteri pun datang. Sayang, saya tak bisa melihat bagaimana ia datang karena pada saat yang bersamaan saya malah ke toilet. Duh... Begitu keluar dari toilet, saya langsung buru-buru masuk ke ruang acara dan meletakkan tas daypack di sebuah kursi. Rupanya, acara sudah langsung dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Usai bernyanyi, seorang panitia membisiki saya untuk pindah tempat duduk ke bagian depan, bergabung dengan pemenang lainnya. Rupanya, Pak Menteri Anies duduk di seberang saya. Wuahhh, makin nggak keruan rasanya. Ya seneng, ya deg-degan.
Pembacaan doa dan laporan panitia menjadi agenda kegiatan selanjutnya. Rupanya, tahun ini ada peningkatan yang cukup luar biasa di semua kategori. Untuk lomba penulisan Features yang saya ikuti, diikuti 70 naskah dari tahun lalu hanya sekitar 27 tulisan. Meningkat pesat! Dan saya berhasil 'menyingkirkan' 67 naskah itu (minus yang jadi juara)!!! Warbiasaahhhh!!! Saya anggap, ini satu keberhasilan yang amat membanggakan.
Setelah itu, datanglah acara yang paling pokok, yaitu penyerahan piagam penghargaan. Satu per satu pemenang dipanggil. Yang pertama adalah Mas Nanta, juara tiga. Kemudian, saya. Yap, saya jadi nama ke dua yang dipanggil.
Saat MC memanggil nama saya, ada rasa bahagia yang membuncah! Saya pun maju ke depan setelah menunduk, memberi hormat pada yang menyaksikan. Tepuk tangan pun membahana. Ah, rupanya saya masih merindukan suasana seperti ini. Apalagi saat biodata diri saya ditampilkan di sebuah layar. Biodata itu berisi nama, tempat tanggal lahir, agama, pekerjaan, hobi (saya mengisi membaca dan traveling), alamat, plus dengan foto close up saya yang mengenakan jersey Munchen, syal biru, dengan latar belakang telaga di Tegal Alun, Gn Papandayan.
Di depan, saya langsung 'berhadapan' dengan Pak Anies. Beliau pun tersenyum. Saya asumsikan itu ke arah saya. Pak Anies pun tersenyum sangat bangga. Cukup, ini bikin saya beneran klepek-klepek. Sebagai balasannya, saya pun memberi senyuman atau lebih tepatnya cengiran maut. Heheheu.
MC selesai memanggil semua pemenang dan tibalah Pak Anies memberikan piagam penghargaan. Satu per satu sambil mengucapkan selamat. Tibalah giliran saya. Akkk, saya grogi setengah mati berhadapan dengan idola saya ini. Orang yang selama ini cuma bisa saya kagumi lewat tulisan, ide, pemikiran, dan quote-nya ternyata membawa piagam yang akan diserahkan pada saya.
Salaman sama Pak Anies. Idola. Terima kasih semuanya... |
Sebisa mungkin saya tersenyum dengan amat manis. Pak Menteri bilang: "Sri Juliati. Selamat ya, semoga bermanfaat." Saya pun membalas: "Nggih Pak, matur nuwun." Sejurus kemudian baru sadar kalau saya ngomong pakai bahasa Jawa. Namun, suara dan kilatan flash dari kamera melupakan pikiran saya itu.
Sungguh. Saya terlalu bahagia hari itu. Sungguh, ada satu kisah lain yang terukir dalam kehidupan saya selama 25 tahun ini bersama ribuan cerita indah lainnya. Pengalaman ini jelas menjadi satu hal yang tak akan pernah terlupakan. Yang kelak akan saya kenang sebagai cerita membanggakan 20 tahun kemudian.
Bahwa si bungsu nan jahil yang dulunya pemalu itu (uhuk) bisa berdiri, salaman,dan berdampingan dengan idolanya. Bahwa, si bungsu ini bisa memberikan kebanggaan tersendiri pada keluarganya. Bahwa, si perempuan yang tengah memasuki usia kritis 25 tahun dan sering ditanyain kapan nikah ini bisa menjadi bagian dari mereka-mereka yang bekerja di dunia sunyi seperti kata Pak Anies.
Dan, tak selamanya menjadi yang ke dua itu buruk. Menjadi yang ke dua, adalah satu capaian tersendiri untuk saya. Tentu, di lain kesempatan saya harus menjadi yang pertama. (*)
foto bersama dengan pemenang lainnya. nggak ada yang memperhatikan tali sepatu saya kan? :D |
NB:
Makkkk... anakmu ketemu Pak Menteri, dijak salaman mbek ngobrol. Anakmu iso gawe bungah ya, Makkk... Sehat terus ya Mak, ben iso deleng anake nek juara.
Bapak, melihatku dari surga sana kan? Bangga ya Pak, anak yang paling sering kau ajak bertualang itu bisa memberikan sedikit kebanggaan pada keluarga? Senang kan Pak, anak yang sering minta duit saat bapak mau pergi itu bisa jadi juara tingkat nasional? Tenang di surga ya, Pak.
Mbak... adimu pinter yo, ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar