Yang Tercecer
JUMAT(3/4), pukul 04.30 WIB. Rusuh pagi telah dimulai. Tiga alarm hape berbunyi. Mau nggak mau, kami harus bangun karena tiga alasan. Subuh, alarm, dan berangkat. Sementara Nur dan Reni yang kebetulan nginep di rumah mandi, saya kembali melanjutkan tidur. Heheheuu.
Sempet tidur bentar, akhirnya saya beneran melek dan mandi. Dan, setelah bersiap-siap sekitar setengah jam, pasukan pun berangkat ke Stasiun Purwokerto. Boncengan naik motor karena jarak dari rumah ke stasiun lumayan deket. Saya dengan Kak Ros, Nung, dan Reni. Di stasiun, ketemu sama Mas Sonny (kakaknya kita-kita) yang bawain sleeping bag (SB) buat Nung. Sembari Nung dan Reni nitipin motor, kita masuk ke stasiun dan Alhamdulillah, yang jaga peron adalah Mbak Fitri, bekas anak kos dulu. Alhasil, 'para pengantar' ini boleh masuk setelah cek tiket dan KTP.
Foto dulu sebelum berangkat di Stasiun Purwokerto sama Kak Ros. Save Trip |
Lima menit sebelum kereta berangkat, Nung dan Reni dateng. Setelah kumpul, foto bareng dengan latar KA Serayu Pagi menjadi kegiatan berikutnya. Nggak lama, kami pamitan sama Kak Ros dan Mas Sonny sambil cipika-cipiki dong. Save trip, semoga perjalanan ke Garut dimudahkan dan dilancarkan.
Tepat pukul 06.30 WIB, kereta berangkat. Suara peluit dari pemimpin perjalanan KA disambut dengan sirine tanda berangkat oleh masinis. Pong... kereta pun bergerak perlahan, menuju selatan dengan mengangkut ratusan penumpang dengan tujuannya masing-masing. Karena kereta yang kami naiki tipe ekonomi, maka nggak heran jika di setiap stasiun besar dan menengah dia berhenti. Di Kabupaten Cilacap, dia berhenti di Stasiun Kroya, Maos, Gandrungmangu, dan Sidareja. Baru setelah itu masuk ke daerah Jawa Barat yang sayangnya, saya nggak terlalu hapal di mana kereta ini mampir.
Setelah sekian jam di dalam kereta, rasa lapar, ngantuk, dan sedikit bosan mulai menghinggapi. Nur dan Reni asyik makan serabi yang dibeli sebelum berangkat. Saya makin camilan yang dibeli semalam. Hehehe. Beruntung, pemandangan di kanan kiri, terutama saat memasuki wilayah Jawa Barat memanjakan kami. Tak lama setelah seru-seruan itu, kami mulai bosan. Tapi kami punya penangkalnya. Iyap, main kartu! Jadi ketika penumpang yang lain memilih tutup telinga, tidur, atau melamun, kami main kartu. Lumayan seru karena kebosanan kami mencair.
Sayang, rasa kantuk mulai menyerang, membuat saya menyerah dan memilih tidur. Reni juga memilih tidur dan Nur jaga hape yang lagi di-charge. Maap ya Nung... Sementara kereta api seringkali berhenti karena ada masalah di AC.
Ada satu kejadian unik yang saya alami di kereta. Ada seorang pria yang naik dari Stasiun Sidareja. Umurnya sekitar 30-an. Duduknya di sebelah saya persis. Tapi karena kami agak sedikit 'menguasai' jadilah masnya duduk di kursi seberang yang masih sepi. Sampai di Ciamis, masnya pindah duduk di sebelah saya karena kursi yang dia tempati 'kembali' pada yang berhak.
Maka terjadilah obrolan ringan khas para penumpang. Begini kira-kira:
Saya (S): Turun di mana, Mas?
Masnya (M): Di Bandung Mbak, Kiara Condong. Mbaknya?
S: Cibatu Mas, Garut.
M: Mau backpacker ya?
S: Oh nggak, mau ke Papandayan, Mas.
Agak hening sebentar. Kemudian si masnya sempat tanya pernah naik ke mana aja. Terus asli darimana, kuliah atau kerja, dan lainnya. Sampai akhirnya...
S: Masnya di Bandung tinggal di mana?
M: Di belakang Gasibu, dulu sempet kuliah di ITB.
S: Ohh, kakak saya juga di Bandung, tapi di daerah Bonbin.
M: Oh iya? Kerja atau kuliah?
S: Kerja. Jadi di deket ITB kan ada Masjid Salman, nah di deket masjid ada kantin, Kantin Salman namanya. Kakak saya kerja di sana.
M: (tetiba dia kaget) Cewek atau cowok Mbak, kakaknya?
S: Cewek, Mas. Yang di bagian kasir. Namanya Mbak Ar...
M: Mbak Ari bukan?
S: (beneran kaget) Iya Mas, lho kok tahu?
M: (tertawa) Ya tahulah, wong aku sering makan di Kantin Salman, sering ketemu sama Mbak Ari, malah akrab banget sama dia. Adiknya?
S: Ya iya Mas, adik kandung.
M: Oh iya, pantesan mirip.
S: Apanya yang mirip, Mas. Jelas-jelas lebih kerenan saya. Heheheu.
Saya pun tersadar, ternyata kakak saya itu cukup tenar di kalangan mahasiswa dan alumnusnya ITB. Iya sih, secara kakak saya sudah puluhan tahun kerja di kantin itu. Dari sejak saya masih SD kelas 1 sampai sekarang saya udah bisa nyari duit sendiri. Setelah itu, kami pun berbagi cerita tentang kakak saya dan perjalanan ini. Si mas yang tidak saya ketahui namanya itu juga kasih tahu, untuk sampai ke Stasiun Cibatu maka harus nunggu dua stasiun lagi, yang satu di antaranya Stasiun Cipeundeuy. Makasih Mas... (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar