Jumat, 10 April 2015

Menelusuri Eksotisme Curug di Desa Karangsalam (Bagian 1)


Berlumur Keringat untuk Menatap Eksotisme

Curug Telu di Desa Karangsalam, Baturraden.


"TANAH seribu curug. Bolehkah menyematkan sebutan ini pada Banyumas?" 

Begitu kata seorang teman pada SatelitPost. Alasannya tak muluk-muluk. Ada banyak curug atau yang dalam bahasa Indonesia berarti air terjun di wilayah ini. Nyatanya benar walau, tak ada hitungan pasti berapa jumlah curug di Banyumas. Bisa jadi lebih dari 10 atau malah 20. 

Minggu (23/11/2014) pagi, SatelitPost dan dua orang kawan menjelajahi dua dari sekian banyak curug di Banyumas, yakni Curug Telu dan Curug Lawang. Lokasinya, tak jauh dari Kota Purwokerto. Tepatnya di Desa Karangsalam, Kecamatan Baturraden, Banyumas atau sekitar 20 menit dari pusat kota dengan sepeda motor. 

Desa Karangsalam bisa ditempuh dari beberapa arah. Satu di antara lewat Jalan Baturraden. Sebelum gerbang bertuliskan "Kawasan Wisata Baturraden", ada pertigaan kecil belok kanan ke arah Kemutug. Terus ikuti jalan tersebut sampai menemukan SMPN 2 Baturraden. Dari sekolah tersebut lantas belok kanan dan Anda akan menemui pertigaan. Ambil kanan sebab jika lurus, Anda akan menuju Kotayasa, Sumbang. Ikuti jalan tersebut sampai menemukan SDN Karangsalam di kiri jalan. Bertemu pertigaan lagi, ambil kiri dan ikuti jalan. Dari sekolah tersebut tak sampai 1 km, bersemayamlah Desa Karangsalam di sisi kiri, dengan papan daftar tempat wisata dan gambaran peta desa, sekaligus ucapan selamat datang. Tenang, ada beberapa penunjuk arah untuk menuju desa tersebut. Jika masih bingung, tanya beberapa penduduk sekitar.

Nah, dari papan tersebut, Anda sudah masuk ke Desa Karangsalam. Ikuti jalan tersebut sampai bertemu dengan kandang ayam di sisi kanan. Ikuti jalan menanjak sampai Anda akan menemukan pertigaan besar kanan jalan, di samping toko yang menjual obat-obatan untuk tanaman milik Sartinah dan Slamet. Di sini, Anda bisa menitipkan sepeda motor. 

"Rumah kami sudah biasa jadi tempat titipan atau parkir wisatawan yang ke Curug Telu. Sebab tidak memungkinkan untuk bawa motor ke sana," kata Sartinah yang mengaku tak mematok biaya parkir yang dikenakan. Kata dia, seikhlasnya saja.

Rute menuju kawasan curug di Desa Karangsalam, November 2014.
Jalanan yang belum diaspal atau di-hotmix menjadi alasan kenapa Sartinah menyarankan agar lebih baik motor ditinggal. Apalagi, di musim hujan sekarang ini, maka jalanan dipastikan becek sehingga membuat Anda harus ekstra hati-hati. Kalau pun Anda bersikeras mengendarai sepeda motor, bisa saja. Namun, hanya sampai di tengah jalan saja dan mau tidak-mau, motor tetap wajib ditinggal. 

Dari pertigaan jalan tersebut sampai ke jalur curug hanya sekitar 2 km. Tak akan terasa lama karena Anda akan disuguhi barisan pemandangan yang amat indah. Ditambah dengan hawa yang sejuk, bakal membuat perjalanan makin mantap. Namun jangan sampai terlena karena masih ada perjalanan yang tak kalah menariknya. 

Dan, perjalanan 'menantang' berawal dari sini. Tempat terakhir di mana Anda boleh mengendarai motor. Sebab, dari sini Anda 'dipaksa' berjalan kaki. Pertama, Anda harus melewati pematang sawah yang beruntung sudah dibeton dan menerabas rerumputan liar. Lepas dari jalanan tersebut, Anda harus melompati bebatuan-bebatuan di sungai kecil. Beruntung saat itu aliran air di sungai tersebut tak terlalu besar. 

Setelah dari sungai tersebut, mulailah petualangan menyusuri galengan, satu per satu. Rasanya amat menyenangkan saat kaki bisa menjejak tanah sawah, mencium aroma persawahan yang khas, merasakan ademnya suasana lereng Gunung Slamet, dan menyapa beberapa petani yang asyik menggarap sawah. 

"Monggo Bu," sapa SatelitPost pada seorang wanita paruh baya bercaping. Ia yang tengah asyik mencabut tanaman gulma di sawahnya seketika langsung menghentikan pekerjaannya. "Iya Mbak, ati-ati," ujarnya sambil terus memandang kami, mungkin sampai kami benar-benar hilang dari pandangannya. 

Perjalanan ini belum usai karena kami harus mblusuk ke hutan. Saat di sini, Anda harus ekstra hati-hati. Selain rute jalan yang menurun, juga licin. Apalagi saat kami datang ke sini, gerimis sempat turun. SatelitPost nyaris terpeleset karena bebatuan licin dan pijakan tanah yang gembur.

Jalan sebentar di kawasan hutan tersebut, akan dua persimpangan. Karena tujuan pertama kami ke Curug Telu, maka kami memilih jalur ke kiri. Benar saja, belum ada 10 meter, tangga berundak-undak yang sudah dibuat sejak tahun 2000-an ini sudah menyambut kami. Seolah lekas menyuruh segera turun, kami pun bergegas. 

"Ayo, ayo cepet, bentar lagi nyampe," kata Nur Fatimah, pekerja swasta yang menemani perjalanan SatelitPost

Dari tangga tersebut, suara deburan air yang jatuh sudah terlihat sangat jelas. Sesekali terdengar teriakan pengunjung lain, yang sudah datang terlebih datang terlebih dahulu. Tak sampai lima menit, kami sampai. Namun belum benar-benar sampai karena kami masih di anak tangga paling bawah dan belum menyentuh air di curug tersebut. 

Dan saat SatelitPost pertama kali menginjak bebatuan di curug tersebut, rasa lelah selama di perjalanan hilang sudah. Tergantikan dengan eksotisme air terjun yang turun dari sekitar 25 meter. Mungkin, karena belum ada hitungan pasti soal ketinggian curug ini. 

Suara bedebum air benar-benar menjadi magnet tersendiri untuk lekas melepas alas kaki dan merendamnya di curug ini. Brrrr, dingin dari air dan hawa langsung terasa. Tapi itu tak menyurutkan SatelitPost untuk bermain air. Segeeeerrnyaaaaa. Bahkan tampak beberapa pengunjung yang berani berenang di kolam curug yang cukup lebar.

Curug ini diberi nama Curug Telu lantaran ada tiga air terjun dalam satu kawasan ini. Yang paling besar tentu curug utama, di mana curug tersebut membentuk satu curug terbesar dan dua 'anak' curug di sampingnya. Jika Anda berbalik, maka akan dua curug lain yang punya ketinggian hampir sama dengan curug utama, bakal 'menyihir' mata Anda. Sungguh cantik dan eksotis. Membuat mata tak berhenti untuk menatap dan mulut terus mengucap rasa syukur. (sri juliati/bersambung)

#tulisan ini pertama kali dimuat di Harian Pagi SatelitPost, halaman Etalase. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar